Sadarkah Kita Digdaya Sebagai Netizens Dunia?
Abimanyu Wachjoewidajat - detikinet
Kita pernah mendengar bahwa 'Bangsa yang besar adalah yang menghargai jasa pahlawannya' itu benar, tetapi di cyber world bangsa kita perlu juga mempunyai keyakinan bahwa 'Bangsa yang besar adalah yang sadar akan kebesaran-nya'.
Kita memang tahu bahwa Blackberry, Facebook, Twitter, Yahoo, Google adalah nama besar di Internet tapi kita perlu lebih tau lagi bahwa situs-situs tersebut memberi perhatian kepada masyarakat kita karena jelas-jelas mereka diuntungkan dan pengguna dari Indonesia membuat bisnis mereka bisa berjaya. Jadi apabila masyarakat kita melakukan churn out (pindah) ke layanan lain itu pasti akan sangat menggoyang bisnis mereka.
Namun sayang sekali bangsa kita walau mempunyai peoples-power yang sedemikian, mempunyai akses ke segala informasi melalui search engine dan sebagainya, banyak yang tidak pernah menyadari kebesaran bangsa kita ini dan tidak mencari tahu bahwa sedemikian besar bangsa kita di dunia maya.
Dan bila ini ditanyakan kepada setiap individu mungkin yang paling sering terucap adalah nada miring menyalahkan pemerintahnyalah yang kurang member fasilitas, aturannya yang kaku. Jarang ada yang introspeksi untuk melihat dari diri kita sendiri selaku pengguna.
Bayangkan dengan komunitas pengguna yang sedemikian besar ini selayaknya kita menjadi raja dan dimanja. Dalam hal jumlah kita memang masih dibawah Cina tetapi justru dengan kemandirian Cina baik di dunia ICT dan dunia maya maka masyarakat mereka bukan lagi 'obyek yang cantik' bagi penyedia layanan internasional. Perhatian yang besar adalah pada negara seperti Indonesia dan India (yang besar dalam populasi tetapi belum kuat dan mandiri sebagai bangsa).
RIM Menjadikan Pasar Kita Sebagai Andalan Mereka
Contoh mudah pada kasus Blackberry yang bila tidak menuruti ketentuan yang berlaku akan diblokir oleh pemerintah (sensor pornografi dan pemindahan server ke Indonesia), aneh sekali justru banyak (walau tidak semua) masyarakat kita yang khawatir menjadi korban (tidak bisa internetan) lalu serta merta mengumpat dan menyalahkan pemerintah bila kelak RIM tidak mempedulikan permintaan pemerintah tersebut.
Padahal jelas permintaan pemerintah tersebut wajar dan merupakan pelaksanaan atas undang-undang yang dibuat oleh DPR (yang notabene sebagai wakil rakyat, termasuk rakyat dunia maya).
Baiklah daripada menggunjingkan pemerintah mari kita kembali membahas Blackberry. Ingat bahwa tolok ukur kesuksesan bisnis gadget dan internet bukan dalam hal adu fitur melainkan seberapa banyak produk dan layanan tersebut diminati suatu masyarakat. Karena fitur adalah 'gula' untuk memikat masyarakat ('semut yang suka gula').
Demikian pula dalam halnya Blackberry. Tahukah anda bahwa RIM menjadikan pasar kita sebagai andalan mereka agar eksis (dan 'kelihatan' berdaya) melawan iPhone dari Apple. Kita tahu bahwa iPhone adalah head-to-head competitor-nya Blackberry. Di Amerika sendiri populasi pengguna Blackberry mari masih kalah dari iPhone.
Salah satu buktinya ini yang saya temukan dari situs Blackberryrocks.com dimana masyarakat kita jadi pembicaraan disana:
For those of you wondering how BlackBerry is doing in the handset race against the iPhone, here are some statistics to wrap your head around:
It’s not all about the iPhone, at least within one of the world’s fastest growing mobile consumer markets, Indonesia. Today, InMobi, the largest mobile ad network in Asia, Africa and Indonesia, released data showing that RIM’s Blackberry device may be leading the handset race in Indonesia. From January 2009 to June 2009, mobile ad requests on Blackberry phones increased by 842%, compared to mobile ad requests on Indonesia iPhones, which increased only by 205%*.
You’re probably saying to yourself “Why does it matter how BlackBerry is doing in Indonesia?”. In case you don’t already know, Indonesia’s mobile market is pretty big.
Indonesia is predicted to be the third largest mobile market after China and India by 2010 according to the ROA Group. Already, mobile users in Indonesia far outnumber active Internet users by 5 to 1, and the country boasts a 56.8% mobile penetration rate verses a 10.4% according to Internet World Stats.
Pembicaraan tersebut terjadi sekitar 2009 dan pasti di 2011 mereka lebih memperhatikan pasar di Indonesia. Selain itu walau dengan rata-rata GDP yang rendah tapi jumlah pengguna BB kita kian meroket.
Lalu kenapa kita harus khawatir tidak dipedulikan RIM? Santai sajalah karena pasti (dengan berbagai fakta diatas) justru RIM yang akan berupaya penuh untuk menuruti regulasi pemerintah kita, itu semua demi melayani, menimang dan memanjakan jutaan pengguna BB yang di Indonesia, kalau tidak peduli (yang berarti sebenarnya tidak mampu) maka RIM akan kehilangan muka terhadap Apple.
Seperti yang telah diutarakan pada Blackberry Devcon Asia 2011, RIM tentu akan berkomitmen untuk mengikuti ketentuan pemerintah. Jadi jangankan sekedar meminta RIM melakukan permintaan pemerintah, bila seluruh pengguna BB bisa bersatu lalu meminta RIM melakukan suatu layanan khusus bagi masyarakat kita bisa dipastikan 99% RIM akan menuruti itu. Adapun yang 1% adalah bila secara Telematika bagaimanapun permintaan tsb tidak dapat dipenuhi (ya RIM disuruh belajar lagi saja dan mengembangkan Research & Development mereka).
Kita Harus Sadar Kedigdayaan Kita
Contoh lain coba anda cari google.co.my (Malaysia) atau google.co.sg (Singapura), google.co.ph (Filipina) tidak ada bukan? Tapi google.co.id (Indonesia), google.co.in (India), dan google.co.jp (Jepang) ada. Itu bukti mudah menunjukan Google juga memberikan perhatian bagi pasar Indonesia, jadi lebih mudah dan murah bagi Google menyediakan layanan disini karena tahu sedemikian banyak masyarakat kita yang memanfaatkan layanan Google.
Di Facebook kita adalah netizens kedua terbesar di dunia (dengan jumlah sekitar lebih dari 30 juta orang). Itu berarti sekitar 60% pengguna internet Indonesia mempunyai akun Facebook dimana pastilah manajemen Facebook memberikan perhatian besar terhadap pasar kita. Kalau di Twitter tidak perlu dibahas lagi, kita tahu sering sekali kita menjadi Trending Topic jelas sudah bahwa masyarakat kita juga sering merajai Twitter.
Kita seharusnya menyadari ke digdayaan kita selaku netizens internasional bukanlah hanya sebagai warga kecil melainkan sudah berupa cyber-mass (massa dunia maya). Selayaknya kita tidak hanya menjadi pengguna biasa melainkan bisa bersatu dan kompak untuk membuat berbagai trend ataupun bahkan mampu menyetir penyedia layanan (dari asing sekalipun), untuk memberikan layanan yang sesuai dengan keinginan masyarakat, budaya atau bahkan hal yang sekedar sifatnya memudahkan kebiasaan khusus masyarakat kita.
Memang urusan bersatu ini yang masih repot, karena memang kita belum ada figur di dunia maya yang bisa menjadi pemersatu. Itupun karena di dunia nyata sendiri walau figur tauladan pak SBY diminati 60% pemilih namun dunia politik dan partai-partai kita dalam hal persatuan jelas terlihat acakadut (berantakan) karena semua mau menang sendiri tidak mengutamakan persatuannya.
Kini pertanyaannya mengapa kita selalu merasa sebagai bangsa yang kecil dan tidak berdaya? Maaf tetapi menurut saya mungkin yang patut dipersalahkan adalah justru Depdiknas.
Saatnya Sadar Sebagai Bangsa Yang Besar
Bukan sekedar mencari kambing hitam tetapi karena yang diajarkan (baca: ditanamkan) dari SD adalah sejarah bahwa begitu lamanya bangsa kita lemah, bodoh, tak berdaya dan dijajah bangsa lain secara bergantian selama beratus tahun. Dari tahun ke tahun masa ke masa, sampai saat ini Itu dan itu saja yang diajarkan.
Untuk apa justru sedari kecil ditanamkan kepada anak2 kita pemikiran bahwa kita bangsa yang bodoh dan lemah seperti itu? Apakah orang Diknas tidak sadar bahwa hal itu terbawa sampai dewasa sehingga rakyat ini merasa bodoh, kelak nanti terus menerus merasa bodoh dan melihat seolah hanya pemerintah dan politikus yang pintar lalu akhirnya rakyat kita dijajah bangsa sendiri (ataukah sudah begitu? Naudzubillah).
Berapa banyak murid SD, SMP, SMA yang mengetahui seringkali anak-anak bangsa sudah menjadi pahlawan bangsa menjuarai berbagai Olimpiade ilmiah, Matematika, Fisika dan sebagainya. Harusnya itu yang ditanamkan sehingga anak didik kita sadar bawa kita mampu menjadi juara dunia dan membuat mereka terpacu menjadi juara dunia berikutnya.
Bahkan di suatu blog Malaysia kita pernah menjadi pergunjingan masyarakat disana yang menyadarkan komunitasnya bahwa walau diledek sebagai indon dan bangsa TKI, tetapi pada kenyataannya bangsa Indonesia sering menang Olimpiade Ilmiah sedangkan Malaysia tidak.
Mungkin banyak negara lain yang memandang kita juga seperti itu. Mengapa sampai harus bangsa asing yang melihat kepintaran bangsa kita dan kita sendiri tidak atau kurang menyadari hal itu.
Memang dasar penyampaian sejarah bahwa kita dijajah itu adalah agar kita sadar pentingnya persatuan agar tidak dijajah namun mana yang lebih penting dibandingkan kesadaran bahwa walau kita bukan bangsa yang maju, tetapi banyak yang secara individual mampu dan jelas kita bangsa yang besar. Well setidaknya kita 'bangsa yang banyak' karena populasi 242 juta adalah angka yang banyak bukan?
Kini pilihan sebenarnya ada pada kita untuk bangkit menjadi bangsa yang sadar bangga sebagai netizens tingkat dunia dan mulai melakukan sesuatu. Kalau tidak maka sebesar apapun kita tetap hanya menjadi pengikut dan penerima apapun yang dunia berikan kepada kita lalu mereka mengambil apapun dari kita termasuk harga diri sebagai bangsa besar.
Sumber: detiknet.com
Oleh: Abimanyu Wachjoewidajat atau biasa disapa Abah adalah dosen Technopreneurship Fakultas Sains & Teknologi UIN Syarif Hidayatullah. Ia bisa dihubungi via Facebook : http://www.facebook.com/abimanyu.wachjoewidajat dan Twitter: @me_abah
Comments
Post a Comment